Visitor Statistik

Minggu, 31 Oktober 2010

"Desentralisasi Kesehatan"... meningkatkan PEMERATAAN atau KESENJANGAN ??

Masih berkisar dalam tema keadilan dan pemerataan layanan kesehatan...
Apa yang ada dalam pikiran anda saat terlintas kata "Desentralisasi" ?

Secara definisi, desentralisasi merupakan pemindahan tanggung jawab dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pembangkitan, serta pemanfaatan sumber daya serta kewenangan administratif dari pemerintah pusat ke :
  1. Unit- unit territorial pemerintah pusat atau kementrian
  2. Tingkat pemerintahan yang lebih rendah
  3. Organisasi semi otonom
  4. Badan otoritas regional
  5. Organisasi non pemerintah atau organisasi yang bersifat sukarela
Dalam sistem kesehatan di negara kita, menurut Undang – Undang No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah, dijelaskan bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan asas desentralisasi pada daerah kabupaten/kota. Dalam hal ini, pemerintah daerah kabupaten/kota, bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya dan pembangunan kesehatan pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Konsep - konsep inilah yang kemudian memunculkan sistem desentralisasi pada sistem kesehatan di negara kita. Dengan adanya sistem desentralisasi ini diharapkan suatu daerah dapat mengatur kebutuhan akan layanan kesehatan di daerahnya. Terutama kebutuhan yang sesuai dengan epidemiologi penyakit, tenaga kesehatan yang dibutuhkan, serta ATP (Ability to Pay) dan WTP (Willing to Pay) masyarakat di daerah itu.

Secara teori, konsep ini nampak bagus dan akan berdampak positif pada pelayanan kesehatan di daerah. Namun, pada kenyataanya, banyak masalah yang terjadi karena hal ini, terutama:
  1. Pembagian tugas yang masih abu - abu antara pemerintah pusat dan daerah yang sering mengakibatkan saling lempar tanggung jawab
  2. Kurangnya SDM berkualitas pada daerah - daerah tertentu
  3. Kurangnya sumber dana pada daerah - daerah miskin
Dengan menggunakan tabel 2x2 kita bisa membagi kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan konsep desentralisasi ini.


Daerah Kaya

Daerah Miskin

Ekonomi masyarakat kuat

1

3

Ekonomi masyarakat lemah

2

4


Dari tabel ini, dihasilkan 4 kriteria keadaan, yaitu:
  1. Pemerintah daerah kaya dengan ekonomi masyarakat kuat
  2. Pemerintah daerah kaya dengan ekonomi masyarakat lemah
  3. Pemerintah daerah miskin dengan ekonomi masyarakat kuat
  4. Pemerintah daerah miskin dengan ekonomi masyarakat lemah

Dari data ini bisa diperkirakan bahwa, daerah dengan kriteria 1, akan mampu melaksanakan desentralisasi kesehatan tanpa hambatan dana, karena mekanisme pasar yang seimbang antara penyedia layanan kesehatan dengan ATP masyarakatnya. Namun, hal yang bertolak belakang akan terjadi pada daerah dengan kriteria 4. Daerah dengan kriteria ini tidak akan mampu menyediakan layanan kesehatan secara mandiri tanpa bantuan dana dari pemerintah pusat, bahkan dengan adanya bantuan pun, masyarakat di daerah ini tidak akan mampu mendapatkan layanan kesehatan yang disediakan karena rendahnya ATP masyarakatnya. Ini baru masalah dana, belum lagi masalah mengenai SDM di daerah. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika suatu daerah kekurangan SDM dan SDM kesehatan (SDMK) yang sangat esensial dalam pelaksanaan sistem desentralisasi ini.

Bagaimana jadinya jika pengelolaan layanan kesehatan dilakukan oleh SDM dan SDMK yang tidak kompeten?
Bagaimana jadinya jika dana yang tersedia tidak dikelola oleh SDM dan SDMK yang kompeten?
Bagaimana jadinya jika tidak ada SDMK pelaksana (dokter, perawat, bidan, dll) ?

Hal ini semakin menimbulkan kesenjangan antara daerah kaya dengan SDM dan pendapatan yang tinggi, dibandingkan dengan daerah kecil yang sangat kekurangan SDM dengan pendapatan yang rendah. Bisa dibayangkan, daerah dengan pendapatan dan SDM berkualitas yang tinggi akan mampu mengatur kebijakan - kebijakan dan melaksanakannya dengan anggaran yang dimiliki. Contohnya adalah daerah dengan pemasukan yang tinggi seperti Kalimantan Timur yang kemudian melakukan kebijakan adanya pemberian insentif dalam jumlah tinggi kepada dokter - dokter dan tenaga kesehatan lain yang mau bekerja di daerahnya. Dengan adanya bayaran dan fasilitas yang mumpuni, tentu saja para tenaga kesehatan akan lebih memilih untuk bekerja di sana daripada harus bekerja dengan bayaran yang sedikit di daerah miskin dan terpencil.


Dalam pelaksanannya, tentu pemerintah tidak tinggal diam dan kemudian mengatur kebijakan - kebijakan tertentu untuk mengusahakan pemerataan, seperti subsidi untuk daerah miskin, pengaturan persebaran tenaga medis melalui program - program PTT, program internsif dokter indonesia (PIDI), dan sebagainya...

Namun, pada akhirnya secara alami daya tarik daerah "kaya" tentu tetap akan lebih besar bagi tenaga medis dan SDMK lain yang cenderung akan lebih memilih daerah yang mampu membayar dan memberi fasilitas lebih kepada mereka.
Jika terus berlanjut seperti ini...
Bukankah hal ini akan terus meningkatkan kesenjangan?

Jadi,
Apa yang kita dapat dari sistem desentralisasi ini?
Pemerataan layanan kesehatan atau justu kesenjangan layaknya "si kaya dan si miskin" ?

Jumat, 29 Oktober 2010

“Manusia indonesia”... sumber DAYA atau sumber MASALAH ??

ide dan kebijakan muncul dari pemikiran manusia…
pelaksanaan kebijakan dapat terjadi jika ada manusia pelaksana...
ya…

manusia merupakan sumber daya utama dalam pembuatan dan pelaksanaan suatu sistem, tak terkecuali Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ada di negara kita. Dalam SKN, manusia sebagai SDM berperan penting dalam mengatur dan membuat kebijakan hingga menjadi pelaksana di tingkat paling bawah. Sumber daya manusia ini terdiri dari pengatur – pengatur kebijakan seperti menteri kesehatan hingga pelaksana berupa dokter, perawat, bidan, dll.

Jika kita melihat pada besarnya jumlah penduduk di Indonesia yang mencapai 235 juta penduduk, bisa dikatakan Indonesia memiliki SDM yang berlimpah. Secara teori, dengan adanya SDM yang berlimpah ini, Indonesia akan mampu membuat berbagai kebijakan dan melaksanakannya dengan baik, termasuk kebijakan mengenai sistem layanan kesehatan di negara kita. Namun, pada kenyataanya sistem kesehatan yang ada di Indonesia masih jauh dari kata memuaskan. Sebagai contoh, dalam tulisan saya yang berjudul “Sudah ADIL kah Sistem Kesehatan di Negara Kita?”, tampak bahwa indonesia masih kekurangan tenaga kesehatan. Bisa dibayangkan, bahkan dengan adanya SDM yang melimpah, Indonesia masih mengalami masalah dalam pemenuhan SDM kesehatan (SDMK) untuk pembangunan kesehatan. Sungguh ironis, bangsa dengan SDM melimpah, namun kekurangan SDM kesehatan.

Apa yang salah?
Siapa yang salah?

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk dapat membuat sistem dan menjalankannya sesuai tujuan, dibutuhkan SDM yang berkualitas dengan sikap, pengetahuan, keterampilan dan karakter yang sesuai dengan tujuan sistem. Indonesia memang memiliki SDM yang berlimpah, namun…

Apakah SDM ini berkualitas?
Apakah SDM ini berpendidikan?
Apakah SDM ini terampil?

Pertanyaan – pertanyaan ini tentu akan terjawab jika kita melihat kenyataan bahwa Indonesia merupakan:

  • Negara dengan tingkat pendidikan yang rendah (hanya 55% anak – anak dari keluarga berpendapatan rendah terdaftar di sekolah menengah pertama)
  • Negara dengan tingkat kesejahteraan yang rendah (jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta atau sekitar 13,33%)
  • Negara dengan tingkat korupsi yang sangat tinggi ( berdasarkan data Political and Economic Risk Consultancy, Indonesia merupakan Negara terkorup se-Asia Pasifik)
  • Negara dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi (pada tahun 2005 mencapai angka 86 orang per 100.000 penduduk pertahun)

Saat kita melihat kenyataan ini,..

Bisa dibayangkan bahwa dengan pertumbuhan penduduk sekitar 1,36% per tahun, Indonesia mendapat tambahan 3,5 juta SDM per tahun. Penduduk yang berlimpah ini tentu bisa menjadi SDM yang berharga seandainya tingkat pendidikannya cukup tinggi dan berkualitas. Namun, dengan tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia, bisa dibayangkan seperti apa SDM yang akan terbentuk. Belum lagi bila ditambah dengan masalah korupsi yang semakin menyedot anggaran untuk pendidikan. Pada akhirnya, dengan pengelolaan yang minim kualitas ini, hanya akan terbentuk SDM yang minim kualitas dan tidak mampu bersaing dalam dunia kerja. Mereka hanya akan menjadi pengangguran, kemudian menimbulkan kemiskinan – kemiskinan baru sehingga berpotensi meningkatkan tingkat kriminalitas karena keterpaksaan dan desakan ekonomi untuk bertahan hidup”.

Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan sumber daya utama dalam pelaksanaan suatu sistem.
Namun,..
Saat manusia - manusia ini tidak memiliki cukup pengetahuan,..
Saat manusia - manusia ini tidak memiliki cukup keterampilan,..
Saat manusia - manusia ini tidak memiliki sikap dan karakter seorang profesional,..
Saat manusia - manusia ini tidak mampu memberikan kontribusi apapun,..
Bahkan hanya menjadi beban dan pelaku kriminal,..

masih pantaskah kita sebut "SUMBER DAYA" ??
atau...
justru manusia ini menjadi "SUMBER MASALAH" ??

-Tulisan ini merupakan kritikan terhadap saya, anda, dan semua warga Negara Indonesia. Semoga kita tergelitik dan terpacu untuk menjadi seorang SDM berkualitas-

Referensi:
  • www.worldbank.org/id/education
  • Indonesian forum of Parliamentarians on Population and Development (IFPPD)
  • Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
  • Badan Pusat Statistik (BPS)

Rabu, 27 Oktober 2010

Sudah ADIL kah Sistem Kesehatan di Negara Kita?

Begitu banyak fakultas kedokteran di negara kita,..
Begitu banyak akademi ilmu keperawatan di negara kita,..
Begitu banyak sekolah ilmu kebidanan di negara kita,..
Begitu banyak CALON - CALON tenaga kesehatan di negara kita,..
Begitu banyak pula LULUSAN dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lain setiap tahunnya...


Begitulah yang selalu dikatakan masyarakat kita
namun,..
Mengapa tingkat kesejahteraan kesehatan di negara kita masih saja rendah?
Mengapa masih banyak tempat di negara kita kekurangan dokter?
Menurut data WHO, jumlah rasio dokter : populasi penduduk di indonesia menempati peringkat paling bawah se-ASEAN, yaitu sebanyak 16 : 100.000. Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan Singapura yang memiliki rasio 185 : 100.000. Tidak hanya itu saja, sebanyak 60 - 70 % dokter umum bekerja di pulau Jawa. Bisa dibayangkan dampak dari hal ini adalah semakin kurangnya dokter dan tenaga kesehatan di daerah - daerah terpencil.

"keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"

itulah bunyi sila ke-5 Pancasila yang salah satunya merujuk pada keadilan dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Namun, jika yang terjadi seperti kasus di atas, apakah bisa disebut keadilan?

Sebelum bertanya dan menerka lebih jauh, ada baiknya kita menengok kebijakan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di negara kita. Menurut SKN:

"Pemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di luar negeri dalam kondisi tertentu"

dari kata - kata di atas, jelas disebutkan bahwa pemerintah wajib menyediakan layanan kesehatan yang ADIL dan MERATA. Lalu, apa saja yang sudah dilakukan pemerintah untuk melaksanakannya?
Tentu saja ada berbagai upaya pemerintah, sebut saja aturan Permenkes tentang dokter pegawai tidak tetap (PTT) di daerah terpencil, dan yang terbaru adalah aturan tentang program internsif dokter indonesia (PIDI) bagi lulusan baru fakultas kedokteran. Program ini berlaku sebagai praregistrasi untuk mendapatkan surat tanda registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang merupakan persyaratan untuk mendapat surat ijin praktek. Dengan adanya program dan aturan yang mengikat ini, diharapkan persebaran dokter dapat lebih merata. Selain itu, masih banyak upaya pemerintah dalam mewujudkan pemerataan layanan kesehatan di negara kita. Namun,..

Saat uang dan penghasilan menjadi faktor utama...
Saat kepedulian dan rasa kemanusiaan seorang dokter mulai pudar...
Saat dokter dalam negeri tidak mau mengabdi untuk negeri kita ini...

Bagaimana nasib bangsa kita yang berada di daerah terpencil?
Siap dan terimakah anda jika DOKTER ASING mengisi tempat anda disana ???

-semoga tulisan ini bisa menggelitik anda dan menjadi masukan bagi kita semua-


Senin, 25 Oktober 2010

Sistem Kesehatan Nasional

"Saat Sistem Kesehatan Dipertanyakan"

Inilah judul blog yang saya ambil untuk mengulas sistem kesehatan yang ada di negara kita, Indonesia. Pada hakikatnya, kesehatan merupakan hak yang diinginkan, dituntut, dan dibutuhkan semua orang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem yang berguna untuk mengatur penyediaan, pengelolaan, dan penggunaaan layanan kesehatan. Dalam hal ini, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan sistem yang digunakan di negara kita dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar tercapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya.

Sebelum saya beropini dan mengkritik sistem kesehatan di negara kita, ada baiknya saya mengenalkan sistem kesehatan yang dianut oleh negara kita, yaitu Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Sistem adalah sekumpulan unsur/komponen yang di dalamnya saling bekerja sama dan saling berpengaruh satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam hal ini, SKN merupakan suatu sistem besar dengan subsistem - subsistem berupa:
  1. Subsistem upaya kesehatan dengan upaya peningkatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
  2. Subsistem pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat itu sendiri.
  3. Subsistem sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dan terdistribusi secara adil dan merata.
  4. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
  5. Subsistem manajemen dan informasi kesehatan yang meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum kesehatan, hingga informasi - informasi kesehatan.
  6. Subsistem pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat tidak hanya sebagai sasaran pembangunan kesehatan, melainkan juga sebagai penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu sistem, terdapat banyak komponen yang menyusun dan mempengaruhinya. Begitu pula pada sistem kesehatan di negara kita, tidak hanya pemerintah dan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, namun banyak juga hal lain yang terlibat seperti uraian di atas.
(sebelum kita mempertanyakan sistem kesehatan di negara kita ini, ada baiknya kita tanyakan pada diri kita, "Sudahkah saya menjadi warga negara yang aktif dan ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem kesehatan di negara kita?")

Selain komponen - komponen yang telah disebutkan di atas, dalam pelaksanaannya SKN memiliki prinsip - prinsip berupa:
  1. berkesinambungan dan paripurna
  2. bermutu, aman, dan sesuai kebutuhan
  3. adil dan merata untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
  4. non diskriminatif, yaitu dengan tidak membeda - bedakan suku/ras, budaya, dan agama dengan tetap memperhatikan pengarus - utamaan gender
  5. terjangkau oleh seluruh masyarakat.
  6. teknologi tepat guna
  7. bekerja dalam tim secara cepat dan tepat
Jika kita melihat prinsip pelaksanaan SKN ini, bisa dibayangkan seluruh rakyat Indonesia akan mampu menikmati kebutuhan kesehatan yang berkualitas, aman, terjangkau dan merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun pada kenyataanya, kita masih sering mendengar teriakan - teriakan seperti ini:

"orang miskin dilarang sakit?"
"biaya berobat terlalu mahal!"
"kok dokter di Jakarta banyak banget sih?"
"obatnya kok mahal sekali dok?"
"rumah sakit X sangat tidak profesional!!"

Pernahkah anda mendengar kata - kata ini?
Tak jarang masyarakat kita mengkritik dan menganggap sistem kesehatan di negara kita tidak adil, tidak merata, tidak terjangkau oleh masyarakat, kurang berkualitas, dan sebagainya,..
Mengapa bisa terjadi hal seperti ini?
Apa yang salah dengan sistem kesehatan di negara kita?
Dapatkan jawabannya pada tulisan - tulisan saya selanjutnya dalam blog "Saat Sistem Kesehatan Dipertanyakan" ini.

referensi:
  • Sistem Kesehatan Nasional (SKN)